Mengenal Jalaluddin Rumi Melalui Museum Mevlana di Konya Turki Minggu, 28/11/2021 | 08:02
Museum Mevlana
BNEWS - Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair-sufi legendaris dalam sejarah peradaban Islam. Sosok yang berasal dari abad ke-13 tersebut menetap hingga wafat di Konya, Turki tengah. Rumi pertama kali datang ke Konya saat masih berusia 22 tahun, bersama dengan ayahandanya, Bahauddin Walad.
Mereka mengungsi dari Balkh yang saat itu sedang diserang balatentara Mongol. Penguasa Anatolia saat itu, Raja Muhammad, menyambut bapak dan anak ini dengan hangat
Rumi gemar belajar ilmu-ilmu agama. Orang-orang mengenalnya sebagai pribadi yang rendah hati dan zuhud. Pada puncak kariernya sebagai ilmuwan, putra daerah Balkh ini menekuni fikih. Mazhabnya ialah Hanafi.
Kehidupannya berubah total sejak berjumpa dengan seorang salik misterius, Syamsuddin alias Syamsi Tabrizi. Lelaki tua itu berasal dari Tabriz, Persia. Kebiasaannya ialah mengembara dari satu wilayah ke wilayah lain.
Orang awam yang tidak mengetahui kedalaman ilmu Rumi kerap menyangka sang sufi sebagai gelandangan, sebab pakaian yang dikenakannya hanyalah jubah wol kusam yang menutupi kepala hingga kakinya.
Pancaran tasawuf Rumi menyinari banyak kalangan. Menjelang akhir hayatnya, ia membentuk komunitas tasawuf Mevlevi atau al-Maulawiyah- yang hingga kini masih diikuti banyak orang terutama di Turki dan Suriah. Nama tarekat itu merujuk pada panggilan sayang dirinya oleh para pengikutnya, “Maulana.”
Pada 17 Desember 1273 (672 Hijriah), Rumi berpulang ke rahmatullah dalam usia 66 tahun. Ribuan orang melepas kepergiannya dengan duka mendalam. Jenazahnya dimakamkan di Konya, tepat di sebelah kuburan ayahnya.
Sultan Alauddin Kayqubad mula-mula membangun sebuah taman mawar di sekitar permakaman bapak-anak itu. Pembangunan tersebut dilakukannya sebagai bentuk penghormatan. Beberapa waktu kemudian, mursyid al-Maulawiyah menginisiasi berdirinya kawasan makam besar di area tempat peristirahatan terakhir Rumi.
Sultan Seljuk tidak hanya merestui rencana ini, tetapi juga mendatangkan seorang arsitek terkemuka kala itu, Badruddin Tabrizi. Akhirnya, pada 1274 kompleks mausoleum itu tuntas dikerjakan.
Keberadaan Makam Besar Rumi terus bertahan di sepanjang masa kekuasaan Turki Utsmaniyah. Sesudah kekhalifahan tersebut tumbang, pemerintah Republik Turki kemudian mengubah status kawasan bersejarah ini menjadi museum. Sejak 1954, namanya menjadi Museum Mevlana.
Kompleks bangunan ini berfungsi menjaga memori tentang Jalaluddin Rumi. Sang sufi tidak hanya menjadi inspirasi bagi komunitas Islam, tetapi juga non-Muslim. Sebab, yang kerap disuarakan penulis Matsnawi, Fihi Ma Fihi, dan Maktubat itu ialah hakikat cinta antara manusia dan Sang Pencipta serta spiritualitas.
Museum Mevlana pun tampil dengan pelbagai keindahan. Sebagai contoh, hamparan taman bunga mawar di sana. Saking indahnya kebun tersebut, warga Turki menamakan museum ini sebagai Istana Mawar. Tiap memasuki musim semi, ratusan bunga mawar akan mekar dan menyebarkan semerbak keharuman.**/ara
Mengenal Jalaluddin Rumi Melalui Museum Mevlana di Konya Turki
BNEWS - Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair-sufi legendaris dalam sejarah peradaban Islam. Sosok yang berasal dari abad ke-13 tersebut menetap hingga wafat di Konya, Turki tengah. Rumi pertama kali datang ke Konya saat masih berusia 22 tahun, bersama dengan ayahandanya, Bahauddin Walad.
Mereka mengungsi dari Balkh yang saat itu sedang diserang balatentara Mongol. Penguasa Anatolia saat itu, Raja Muhammad, menyambut bapak dan anak ini dengan hangat
Rumi gemar belajar ilmu-ilmu agama. Orang-orang mengenalnya sebagai pribadi yang rendah hati dan zuhud. Pada puncak kariernya sebagai ilmuwan, putra daerah Balkh ini menekuni fikih. Mazhabnya ialah Hanafi.
Kehidupannya berubah total sejak berjumpa dengan seorang salik misterius, Syamsuddin alias Syamsi Tabrizi. Lelaki tua itu berasal dari Tabriz, Persia. Kebiasaannya ialah mengembara dari satu wilayah ke wilayah lain.
Orang awam yang tidak mengetahui kedalaman ilmu Rumi kerap menyangka sang sufi sebagai gelandangan, sebab pakaian yang dikenakannya hanyalah jubah wol kusam yang menutupi kepala hingga kakinya.
Pancaran tasawuf Rumi menyinari banyak kalangan. Menjelang akhir hayatnya, ia membentuk komunitas tasawuf Mevlevi atau al-Maulawiyah- yang hingga kini masih diikuti banyak orang terutama di Turki dan Suriah. Nama tarekat itu merujuk pada panggilan sayang dirinya oleh para pengikutnya, “Maulana.”
Pada 17 Desember 1273 (672 Hijriah), Rumi berpulang ke rahmatullah dalam usia 66 tahun. Ribuan orang melepas kepergiannya dengan duka mendalam. Jenazahnya dimakamkan di Konya, tepat di sebelah kuburan ayahnya.
Sultan Alauddin Kayqubad mula-mula membangun sebuah taman mawar di sekitar permakaman bapak-anak itu. Pembangunan tersebut dilakukannya sebagai bentuk penghormatan. Beberapa waktu kemudian, mursyid al-Maulawiyah menginisiasi berdirinya kawasan makam besar di area tempat peristirahatan terakhir Rumi.
Sultan Seljuk tidak hanya merestui rencana ini, tetapi juga mendatangkan seorang arsitek terkemuka kala itu, Badruddin Tabrizi. Akhirnya, pada 1274 kompleks mausoleum itu tuntas dikerjakan.
Keberadaan Makam Besar Rumi terus bertahan di sepanjang masa kekuasaan Turki Utsmaniyah. Sesudah kekhalifahan tersebut tumbang, pemerintah Republik Turki kemudian mengubah status kawasan bersejarah ini menjadi museum. Sejak 1954, namanya menjadi Museum Mevlana.
Kompleks bangunan ini berfungsi menjaga memori tentang Jalaluddin Rumi. Sang sufi tidak hanya menjadi inspirasi bagi komunitas Islam, tetapi juga non-Muslim. Sebab, yang kerap disuarakan penulis Matsnawi, Fihi Ma Fihi, dan Maktubat itu ialah hakikat cinta antara manusia dan Sang Pencipta serta spiritualitas.
Museum Mevlana pun tampil dengan pelbagai keindahan. Sebagai contoh, hamparan taman bunga mawar di sana. Saking indahnya kebun tersebut, warga Turki menamakan museum ini sebagai Istana Mawar. Tiap memasuki musim semi, ratusan bunga mawar akan mekar dan menyebarkan semerbak keharuman.**/ara