Peneliti LIPI: 100 Hari Kapolri, Semangat Kepolisian yang Demokratis Sabtu, 08/05/2021 | 13:24
Prof Hermawan Sulistyo
BNEWS - Hari ini, 8 Mei 2021, Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah 100 hari menjabat sebagai Kapolri, karena orang nomor satu di Korps Bhayangkara itu resmi dilantik pada 27 Januari 2021.
Sepanjang 100 tersebut, kinerja dan upaya yang dilakukan Jenderal Sigit dalam melakukan perubahan internal dan penegakan hukum, dinilai sudah sesuai dengan semangat kepolisian yang demokratis. Hal ini disampaikan Peneliti LIPI Prof (Ris) Hermawan Sulistyo.
Menurutnya, 100 hari kerja Kapolri telah memperbaiki persoalan yang kompleks terjadi di seluruh Indonesia dari hulu. Hal itu terlihat dari peluncuran beberapa aplikasi yang dimanfaatkan sebagai fungsi pengawasan masyarakat maupun bagi internal kepolisian.
"Jadi yang dibenahi oleh Kapolri ini dari hulunya dulu, dengan membuat aplikasi-aplikasi pengawasan hingga lalu lintas yang memudahkan pelaporan publik, kalau terjadi penyalahgunaan atau pelanggaran hukum baik dari masyarakat maupun untuk internal polisi itu sendiri," kata Hermawan saat dihubungi awak media, Jakarta, Sabtu (8/5/2021).
Menurut Hermawan, dalam masa 100 hari kerja seorang pejabat negara apalagi sekelas Kapolri memang tidak semudah membalikan telapak tangan dalam melakukan perubahan secara komprehensif.
Pasalnya, kata Hermawan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam perjalanannya. Apalagi jika semangat perubahan itu belum tersampaikan dengan baik ke ruang publik.
Hermawan menekankan, apabila ada pihak-pihak yang menilai Polri saat ini belum menuju Democratic Policing itu hanya berdasarkan subjektifitas saja.
"Faktanya tidak tahu datanya, itu ngambil kesimpulan umum hanya mengambil dari satu dua kasus," ucap Hermawan.
Jika dalih penindakan sewenang-wenang kepolisian dalam melakukan penanganan Pandemi Covid-19, Hermawan menyebut, di Indonesia masih jauh lebih humanis dibandingkan aparat di Negara India.
"Suruh coba ke India lihat kalau polisi itu tak bertindak tegas, atau suruh mereka ketukaran Covid-19 dulu biar tahu bahayanya. Orang itu akan berbeda ngomong soal Covid-19 itu kalau dia sudah kena Covid," tutur Hermawan.
Kepolisian India bersikap represif, kata Hermawan, lantaran jika dibiarkan potensi penularan virus corona akan semakin berbahaya. Sebab itu, jika polisi di Indonesia masih terbilang lebih humanis dalam melakukan tindak tegas terkait dengan penanganan Covid-19.
"Lalu apa ukuran represif itu, apakah orang lewat kemudian ditembakin. Pembubaran kerumunan ini kan jauh dari refresif, karena tujuan menyelamatkan orang yang dibubarkan itu tidak tewas karena Covid," ujar Hermawan.
Bahkan disisi lain, Hermawan justru berpandangan, yang bersikap represif adalah pihak-pihak yang menyerang tanpa tahu situasi nyata kondisi negara disaat pandemi Covid-19 tanpa adanya dukungan data yang kuat.
"Bayangkan kalau dibiarkan, seperti India kita. Ini mau Lebaran, dan itu dibebankan kepada Negara, kok dibilang represif," ujar Hermawan.**/zi/ril